Senin, 27 Juli 2015

Berdasarkan Fakta Ini, Perumahan Sebagai Hak Dasar Masih Sangat Jauh

Setiap orang di republik ini berhak atas hak dasar berupa hunian yg baik serta nyaman lantaran hal ini diatur di dalam UUD 1945 mengenai hak bermukim. Kemudian, hak-hak dasar bermukim ini dikuatkan lagi dgn UU No.39 Tahun 1999 dan UU No. 1 Tahun 2011 selain hak dasar bermukim ini jg service office jakarta diakui secara internasional. “Jadi ini idealnya, seharusnya ini dapat dipenuhi artinya setiap warga warga dpt mendapatkan hak bermukim yg layak atau memperoleh rumah yang sehat & nyaman. Tetapi kenyataannya, ada gap atau jurang yg cukup curam utk bisa memenuhi hak bermukim setiap warga ini dengan adanya backlog kepemilikan perumahan, rumah


tdk layak huni, dan lainnya karna tersebut pemerintah hrs hadir dengan dukungan regulasi & pembiayaan,” ujar Maurin Sitorus, Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum serta Perumahan Rakyat (Kemenpupera), kepada housing-estate.com di Jakarta, Sabtu (25/7). Dukungan pemerintah, sebut Maurin, antara lain dengan subsidi maupun dana bergulir dlm rupa-rupa program yg telah digelontorkan untuk membantu kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa lebih gampang mengakses perumahan. Gap yg kian tinggi untuk kalangan MBR memiliki rumah ini berdasarkan data ada 3,4 juta hunian tdk layak huni menyangkut kualitas bangunan, sanitasi, & listrik selain ada 13,5 juta atau 7,6 juta keluarga yg belom memiliki rumah.


Kebutuhan hunian kami yg mencapai 800 ribu / tahun jg baru dapat dipenuhi 400 ribu per tahun yang artinya akn terus memperbesar angka backlog perumahan. Yg membuatnya semakin sulit, Maurin menyebut banyak keluarga dengaan penghasilan Rp1,2 juta per bulan pengeluarannya pun Rp1,2 juta sehingga tdk dpt menabung maupun menyisihkan untuk perumahan. “Untuk kalangan yang seperti ini pemerintah akn intervensi karna sampai kapanpun segmen ini tdk akan dapat punya rumah. Kemudian yang penghasilannya Rp1,8 juta dengan pengeluaran Rp1,4 juta, artinya ada saving Rp400 ribu, ini pun tetap hrs ada intervensi pemerintah. Makanya yang penghasilannya di atas Rp3 juta, pemerintah bantu dengan


KPR subsidi melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP),” imbuhnya. Tantangan lainnya, anggaran perumahan kita jg sangat kecil, hanya 0,5 persen dari total belanja pemerintah. Bandingkan dgn di Pilipina yang angkanya tiga kali lebih besar atau di Malaysia yang mencapai 33 persen bahkan di Singapura lebih dari 53 persen. Belom lagi fakta bahwa sebanyak 60 persen kalangan pekerja adalah pekerja informal yang tidak mudah menerima akses ke perbankan (non bankable). “Dengan fakta-fakta ini seperti jadi konsekuensi logis kalau virtual office jakarta problem perumahan di Indonesia seperti ngga bergerak maju. Makanya ini terus kami perbaiki salah satunya dgn program sejuta rumah lantaran di situ


semua persoalan perumahan akan diurai sehingga ke depannya sektor perumahan kita dapat lebih baik,” tandasnya.



Berdasarkan Fakta Ini, Perumahan Sebagai Hak Dasar Masih Sangat Jauh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar