Kebijakan pembangunan pertanian di Kabupaten Banyumas yang dinilai belum maksimal dipertanyakan kalangan mahasiswa dari Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Hal itu terungkap saat ratusan mahasiswa melakukan dialog dengan Wakil Bupati Budi Setiawan di Pendapa Si Panji, usai menggelar aksi memperingari Hari Tani Sedunia, di alun-alun kemarin. Gubernur http://www.ruangtani.com/16-cara-lengkap-dan-mudah-budidaya-jamur-tiram-putih/ BEM Fakultas Pertanian UMP, Achmad Sangidun, menyatakan banyak program pembangunan pertanian di Banyumas yang belum sesuai harapan. Mulai dari tata kelola subsidi pupuk, bantuan bibit, penyiapan infrastruktur pertanian, pengendalian harga, pemasaran hasil pertanian hingga kelembagaan kelompok tani. ”Misalnya banyak kelompok tani yang sudah dibentuk, namun sebagian besar perannya masih nol
besar. Infrastruktur pertanian juga masih rendah, misalnya di wilayah saya di Sumpiuh, masih banyak lahan pertanian kering karena tidak tersentuh irigasi teknis,” katanya. Dia mempertanyakan peran Pemkab dalam pengawalan kelembagaan kelompok tani yang terkesan lambat. Kemudian belum maksimalnya pembangunan irigasi tersier, sehingga banyak lahan pertanian tetap kering sehingga merugikan kalangan petani. Selain itu, kata dia, program asuransi pertanian sejauh ini juga masih belum sampai ke seluruh petani. Demikian juga dengan infrastruktur penunjang hingga jaringan pemasaran produk pertanian, masih jauh dari harapan karena ternyata belum mampu mendongkrak nilai jual hasil pertanian. ”Alih fungsi lahan pertanian ke sektor non- pertanian yang kian
masif dan tak terkendali juga perlu menjadi perhatian. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, sedikitnya ada sekitar 80.000 hektare lahan pertanian per tahun yang artinya setiap hari ada 220 hektare lahan pertanian yang alih fungsi,” katanya. Mayangsari, dari Prodi Agrobisnis, mengatakan peran pemerintah dalam mengendalikan peran tengkulak yang ikut merusak harga pembelian saat petani panen dinilai kurang optimal. ”Kami mempertanyakan bagaimana peran Pemkab dalam mengawal harga akibat adanya patron-klien antara tengkulak dan petani, sehingga harga cenderung melambung dan dikendalikan para tengkulak,” katanya. Sudah Berjalan Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Tjutjun Sunarti, mengatakan pembangunan pertanian sebenarnya sudah berjalan baik di Banyumas.
Untuk di Jateng saja, Banyumas termasuk tiga daerah penyangga ketahanan pangan atau daerah swasembada pangan, selain Cilacap dan Brebes. ”Mengatasi soal di Sumpiuh kalau musim hujan banjir dan kalau kemarau kekeringan peran yang sudah kita lakukan membantu perbaikan jaringan irigasi tersier, kalau irigasi primer jadi kewenangan dinas SDABM,” jawabnya. Menurutnya, banyak bantuan yang langsung disalurkan ke kelompok tani melalui rekening mereka langsung, seperti benih, pupuk, alat sistem pertanian. Untuk target pencapaian swasembada beras, Banyumas ditarget harus tersedia sekitar 34 hektare, sekarang baru tersedia sekitar 32 ha, sehingga masih ada kekurangan 2.000 ha. ”Terkait soal alih fungsi lahan, kita sedang menginisasi
penyusunan raperda pengendalian lahan. Ada sekitar 36.000 ha lahan yang harus dilindungi dengan perda. Kelak petani atau pemilik lahan yang tidak menjual ada insentif, sehingga mereka tidak tergiur untuk menjual. Kajian raperdanya sudah ada dan tahun depan sudah bisa kita ajukan ke DPRD,” katanya. Kepala Bappeluh Pertanian, Widarso, mengakui Banyumas memang mengalami kekurangan tenaga penyuluh. Padahal, idealnya satu desa memiliki 1 penyuluh. Sementara kondisinya penyuluh di Banyumas jumlahnya tidak lebih dari 100 orang. ”Dengan lebih dari 300 desa yang ada di Banyumas, jumlah penyuluh formal kita masih sangat kurang. Untuk menutupi kekurangan salah satunya kita menyiapkan penyuluh swadaya dengan merekrut
dari petani, dan sekarang kita memiliki 60 orang,” katanya. Permasalahan yang dihadapi dalam bidang pertanian, kata dia, bisa dibantu dengan berbagai program pendukung dari universitas-universitas yang memiliki fakultas pertanian. Widarso mencontohkan, saat ini Unsoed menerjunkan mahasiswa untuk praktik lapangan sebagai penyuluh pertanian. Hal serupa diharapkan bisa disusulkan mahasiswa dari UMP maupun kampus lain. Wabup Budi Setiawan mengatakan, ketersediaan lahan pertanian semakin susut karena banyak tergerus berubah menjadi tanaman beton (bangunan). Jadi peran pengendalian dari Pemkab terus dilakukan, bahkan tetap mengupayakan adanya pembukaan lahan pertanian baru. ”Salah satu upaya pengendaliannya kita nanti siapkan perda soal lahan pertanian berkelanjutan. Petani jangan sampai
jadi pelengkap penderita, karena banyak buruh tani yang mengerjakan lahan milik orang lain,” katanya. Wabup mengakui, untuk memaksimalkan pembangunan bidang pertanian membutuhkan dana besar. Sementara kondisi anggaran terbatas, sehingga yang bisa ditangani disesuaikan dengan kondisi anggaran. ”Dengan keterbatasan dana, maka http://www.ruangtani.com/ dihitung sesuai kemampuan yang ada biar tidak dianggap nglomboni (membohongi),” katanya seraya memuji merasa bangga atas kepedulian kalangan mahasiswa pertanian untuk ikut memberikan sumbangsih pemikiran dan peran nyata kepada masyarakat.
Kebijakan Pembangunan Pertanian Dipertanyakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar