Penambangan pasir Sekitar bulan awal tahun 2014 lalu, ketenangan masyarakat di Desa Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang terusik dengan adanya aktivitas penambangan pasir di kawasan tersebut. Bagimana tidak, aktivitas penambangan ini merusak lingkungan. Bahkan akibat penambangan pasir liar ini membuat sejumlah lahan pertanian menjadi tandus dan debu-debu bertebaran mengganggu warga http://www.nysogaproducts.com/insights-of-accreditation/ di desa yang berada di pesisir pantai itu. Akitivitas itupun diprotes oleh warga sekitar. Namun protes tersebut tidak pernah digubris oleh Kepala Desa setempat. Alih-alih menanggapi protes, pertambangan tersebut diduga milik Kepala Desa Selok Awar awar. Tim Advokasi Laskar Hijau A\’ak Abdullah Al Kudus mengatakan, penambangan pasir di kawasan tersebut
itu membuat dampak yang kurang baik. Selain ilegal, tambang pasir itu berada di pesisir pantai yang merupakan kawasan lindung bukan masuk pada wilayah pertambangan (WP). \”Penambangan pasir ini menggunakan alat berat dan berada di bibir pantai. Saya yakin ini ilegal karena masuk dalam kawasan lindung dibawah Perhutani. Protes warga tidak pernah ditanggapi sejak tahun 2014 lalu,\” kata A\’ak kepada Okezone, Selasa (29/8/2015). Hingga di awal tahun 2015, masyarakat membantu Forum Komunikasi Masyarakat Pedulu Desa Selok Awar-awar yang diprakarsai oleh 12 aktivis petani yang peduli lingkungan. 12 warga tersebut adalah Tosan, Iksan Sumar, Ansori, Sapari, Salim Kancil, Abdul Hamid, Turiman, Hariyadi,
Rosyid, Mohammad Imam, Ridwan dan Cokrowidodo RS. Forum inilah yang menjadi perlawanan terhadap aktivitas tambang pasir ilegal di desa tersebut. Mereka melihat aktivitas penambangan pasir sudah tidak bisa ditolelir. Karena penambangan ini meninggalkan kubangan-kubangan dimana-mana. Sementara, sawah milik petani di sekitar lokasi menjadi tandus karena air laut meresap. Kata A\’ak, tahun 2014 lalu, warga melakukan protes keras dengan cara menghentikan alat berat penambang pasir. Hal itu dipicu dengan tidak ditanggapinya sejumlah protes melalui lisan dan tulisan oleh aparat desa setempat. \”Setelah ada protes ini, kepala desa mengumpulkan warga. Dan saat itu, kepala desa menyatakan bahwa penambangan pasir ini adalah bentuk
optimalisasi kawasan Wisata Watu Pecah. Nah, dari pertemuan itu warga menerima jika untuk pengembangan pariwisata,\” jelasnya. Kepala desa waktu itu berdalih, bahwa pasir yang ada di kawasan itu dikeruk dan diratakan agar pengembangan pariwisata watu pecah berjalan lancar. Rupanya, alasan pengembangan pariwisata watu pecah hanya kedok belaka. Hingga tahun 2015 pengerukkan pasir tidak berhenti dan semakin menjadi-jadi. Bahkan, meninggalkan kubangan-kubangan dan merusak lingkungan. \”Protes pun mulai diajukan lagi. Melalui forum tersebut warga melayangkan protes kemana-mana bahkan hingga ke Bupati Lumajang. Lagi-lagi protes itu tidak digubris. Saat warga meminta audensi dengan Bupati Lumajang malah diwakili oleh Camat Pasirian,\” jelasnya. Puncaknya, pihak
yang pro dengan penambangan pasir ilegal ini melakukan teror dengan membatai dua orang aktivis petani yakni Salim Kancil dan Tosan. Dua orang ini http://www.nysogaproducts.com/the-daily-battle-against-adult-acne/ dianggap sebagai otak penolakan penambangan pasir sehingga harus dihabisi. Akibat pembantaian itu, Salim Kancil tewas dan Tosan mengalami luka berat harus dirawat di rumah sakit.
Penambangan pasir merapi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar